PJ 2022, KESEMPATAN TATA KELOLA BUSEL YANG JAUH LEBIH BAIK.
JAKARTA - Pemerintah daerah (Pemda) pada hakekatnya adalah kerja bersama antara Eksekutif dan Legislatif. Bupati dan Ketua DPRD, setara.
Perda, Anggaran hanya bisa terbit dengan persetujuan DPRD.
Daerah Otonomi Baru (DOB), anggarannya terbatas. Operasional rutin pemda saja sudah besar. Tidak semua bisa kita bangun.
Karena uang terbatas inilah, daerah harus tajam prioritas, dan setiap mata anggaran pembangunan harus tereksekusi dengan baik.
Jangan sampai bangun hari ini, besok rusak lagi. Atau bangun yang parsial; contoh ada rumah sakit, jangan sampai biaya operasionalnya belum dipikir dengan baik.
Belum lama mekar, wajar banyak masalah yang muncul. DPRD menerima aduan, memetakan sumber penyelesaian, dan mengundang eksekutif (kadis-kadis) untuk cari solusinya.
DPRD difasilitasi reses ke tengah rakyat, jemput bola untuk menggali masalah-masalah yang tidak terbahasakan di ruang sidang.
Kenapa DPRD bisa jadi tumpuan mengadu rakyat? Karena Dewan punya fungsi pengawasan.
Buton Selatan, ketua DPRD adalah adik Bupati (sebelumnya), dan jadi masalah karena kurang perannya sebagai pimpinan lembaga wakil rakyat.
Dan setahu saya di berita, ketua DPRD hampir tidak pernah hadir, diskusi terima aduan rakyat di ruang DPRD.
Inisiatif ketua DPRD 'warning' atau himbau eksekutif, saya buka di google juga belum saya temukan.
Tiga tahun jadi ketua DPRD, waktu yang cukup panjang, untuk ada advokasi masalah rakyat oleh beliau.
Dan banyak terjadi, berbagai alasan kadis juga tidak mau datang dipanggil DPRD.
Contohnya, ada masalah 41 CPNS didiskualifikasi, kepala BKPSDM tidak hadir di DPRD. Masalah Ningsih Sri Handayani dkk juga begitu. Yang inisiatif ke Jakarta adalah anggota, bukan ketua.
Masalah pelabuhan tak bertuan, bahkan ada kasus pulau yang sudah bersertifikat nama tertentu, membuat wartawan telisik diadukan ke Polisi. Susah hadirkan dinas.
Perlu diingat pimpinan DPRD, adalah kolektif kolegial, tapi pemegang palu dan tandatangan lembaga, adalah Ketua.
Kalau ketua tidak mau agendakan suatu masalah, selesai.
Simpulan, satunya keluarga antara Bupati dan Ketua DPRD, belum lagi jabatan eksekutif (kadis, kadis utama) juga keluarga, tidak sehat bagi daerah. Inisiatif DPRD bisa lumpuh.
Bukti, tsunami non job tidak prosedural, DPRD bisa apa?
PJ Busel 2022-2024, adalah KESEMPATAN BUSEL memperbaiki tata kelola pemerintahan. Kecerdasan dan kepedulian para dewan kepada rakyat bisa diaktualisasikan.
2022, diharap jadi ERA BARU “check and balance” legislatif dan eksekutif di Kab. Buton Selatan.
Karenanya, kita mengetuk kejernihan pikiran para anggota DPRD, utamanya yang tidak terafiliasi dengan mantan Bupati, untuk berjuang agar PJ bukan dari keluarga Bupati lama.
Bukan benci atau apa, tapi demi munculnya tata kelola daerah yang jauh lebih baik.
MARI SATU SUARA DENGAN RAKYAT, TEGAS TOLAK PJ DARI SEKDA.
Baca juga:
Tony Rosyid: Firli dan Prahara di KPK
|
Jakarta, 26 Mei 2022 Ir. La Ode Budi Utama081342062290Kelahiran Majapahit, Batauga (1964)Ayahanda Wawoangi/LagualiIbunda BonelaloKakek Yarona Wawoangi